Selasa, 14 Maret 2017

Tugas Membuat Alat peraga


Pada kali ini kami membuat alat peraga untuk materi tingkat SMP
Disini kami mengambil materi mengenai Teori Atom Rutherford.  Untuk lebih jelasnya bisa di buka link di bawah ini :

https://youtu.be/Jii-ORs24-k

Presentasi E-Learning Kimia Hasil Pengembangan

Presentasi E-Learning Kimia Hasil Pengembangan
Pada kali ini kami menggunakan situs Edmodo untuk membuat program e-learning pada www.edmodo.com 
berikut beberapa gambar screenshoot dari e-learning yang kami buat dimana saya berperan sebagai murid




hasil presentasi

Presentasi Multimedia Pembelajaran Kimia Hasil Pengembangan

 



 

PERSENTASI MULTIMEDIA PEMBELAJARAN KIMIA HASIL PNGEMBANGAN




Percobaan dalam persentase Multimedia yang bisa dilakukan untuk metode pembelajaran melalui percobaan reduksi dan oksidasi (redoks). Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi. Konsep tentang bilangan oksidasi, telah dibahas dalam topik sebelumnya. Reaksi redoks mencakup reaksi reduksi dan oksidasi. 
Reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi penurunan bilangan oksidasi melalui penangkapan elektron, contohnya : 
Cu2+(aq)+ 2e→Cu(s)  
Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi peningkatan bilangan oksidasi melalui pelepasan elektron, contohnya :
Zn(s)→Zn2+(aq)+ 2e 




Untuk video percobaan dapat di liat pada link berikut:
https://youtu.be./Bw_LYCYLEEM?T=26

TUGAS MID MAP PEMBELAJARAN KIMIA



Rangkuman Teori Reaksi redoks :
1. Reaksi redoks dapat disetarakan dengan cara setengah reaksi dan cara bilangan oksidasi.
2. Sel elektrokimia dibedakan menjadi dua, yaitu sel volta dan sel elektrolisis.
3. Pada sel volta reaksi redoks berlangsung spontan sehingga menghasilkan arus listrik.
4. Pada sel elektrolisis arus listrik menyebabkan terjadinya reaksi redoks yang tidak dapat berlangsung spontan.
5. Sel volta yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah baterai dan aki.
6. Hukum Faraday I menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan selama elektrolisis tergantung pada jumlah listrik yang digunakan.
7. Hukum Faraday II menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan tergantung pada massa ekivalen spesi yang bersangkutan w = e . f.
8. Bila arus listrik yang sama dialirkan pada dua sel elektrolisis atau lebih maka perbandingan banyaknya zat yang dibebaskan sama dengan perbandingan massa ekivalennya. w1 : w2 = e1 : e2
9. Elektrolisis dapat digunakan untuk membuat beberapa bahan kimia dan untuk penyepuhan logam.
10. Korosi adalah proses teroksidasinya suatu logam
11. Untuk mencegah korosi dapat dilakukan dengan cara melapisi logam dengan cat, oli, minyak, atau logam lain dan dengan perlindungan katoda.

PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

Secara etimologis e-learning terdiri dari huruf e yang merupakan singkatan dari eletronic dan kata learning yang artinya pembelajaran. Dengan demikian, e-learning bisa diartikan sebagai pembelajaran dengan memanfaatkan bantuan perangkat eletronik, khususnya perangkat komputer. Fokus penting dalam e-learning adalah proses belajaranya (learning) itu sendiri dan bukan pada electronic karena elektronik hanyalah sebagai alat bantu saja. Pelaksanaan e-learning menggunakan bantuan audio, video, dan perangkat komputer atau kombinasi ketiganya (Munir, 2009: 169).
Terdapat beberapa pengertian e-learning menurut pendapat para ahli teknologi pendidikan. E-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain [Hartley, 2001]. E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004).
Salah satu definisi umum dari e-learning diberikan oleh Gilbert & Jones (2001), yaitu: pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik seperti Internet, intranet/extranet, satellite broadcast, audio/video tape, interactive TV, CD-ROM, dan computer-based training (CBT). Definisi yang hampir sama diusulkan juga oleh the Australian National Training Authority (2003) yakni meliputi aplikasi dan proses yang menggunakan berbagai media elektronik seperti internet, audio/video tape, interactive TV and CD-ROM guna mengirimkan materi pembelajaran secara lebih fleksibel (Surjono, 2010: 4)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah model pembelajaran yang memanfaatkan berbagai perangkat elektronik sebagai sarana/media pembelajaran. Perangkat elektronik yang dimaksud mencakup perangkat hardware seperti komputer, video, tape, radio, televisi, handphone, maupun perangkat software seperti jaringan komputer dan/atau internet. materi e-learning tidak hanya didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal  ataupun internet, tetapi juga didistribusikan secara off-line menggunakan media CD/DVD. 
Yang dimaksudkan dengan model pengembangan e-learning adalah pola representasi yang akan digunakan untuk merancang e-learning sehingga dapat manfaatkan oleh user semaksimal mungkin.
Penerapan e-learning lebih banyak dimaknai sebagai pembelajaran menggunakan teknologi jaringan (net) atau secara online. Hal ini berkaitan dengan perkembangan TIK yang mengarah pada teknologi online. TIK saat ini, lebih difokuskan untuk pengembangan networking (jaringan) yang memungkinkan untuk mengirim, memperbaharui, dan berbagi informasi secara cepat. Keberhasilan penerapan dari e-learning bergantung pada beberapa faktor antara lain teknologi, materi pembelajaran dan karakteristik dari peserta didik. Teknologi merupakan faktor pertama yang mempunyai peran penting di dalam penerapan e-learning, karena jika teknologi tidak mendukung maka sangat sulit untuk menerapkan e-learning, minimal sekolah mempunyai komputer. Materi pembelajaran juga harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, dijabarkan secara jelas atau diberikan link ataupun petunjuk sumber pembelajaran yang lain. Karaktersitik peserta didik juga sangat dibutuhkan karena nilai utama di dalam e-learning adalah kemandirian.
           
          Model Pengembangan E-Learning
Terdapat beberapa model pengembangan e-learning. Menurut Jolliffe, dkk., terdapat dua  model utama yakni the mental model dan the cognitif apprenticeship model.
1.         The Mental Model (Model Mental).
The mental models are the conceptual and operasional representations that people develop as they interact with complex systems. Mental model are thouhgt to consist of an awareness of the various component of a systems and are assesed using a variety of method including problem solving, troubleshooting performance, information retention over time, observation and user predictions regarding performance (Jolliffe dkk,  2001: 22).
Model mental diartikan sebagai penyajian-penyajian konseptual dan operasional yang dikembangkan ketika orang berhubungan dengan sistem yang kompleks. Model-model mental merupakan pemikiran yang terdiri atas kesadaran terhadap berbagai komponen dari suatu sistem dan dievaluasi menggunakan berbagai metode termasuk pemecahan masalah, mencari dan memecahkan persoalan, ingatan informasi, pengamatan dan prediksi pengguna (user) terhadap pengetahuan capaian. Model mental nampak lebih dari sekedar peta struktural dari berbagai komponen.
Terdapat beberapa komponen dalam model mental antara lain :
a.    Structural knowledge
Merupakan pengetahuan tentang konsep struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau lingkaran-lingkaran konsep. Metode ini berasumsi bahwa pengetahuan dapat dibentuk menggunakan simbol.
b.    Performance knowledge
Bertujuan untuk menilai pengetahuan capaian dimana pebelajar diberi tugas-tugas pemecahan masalah untuk menguji kesan visual mereka.
c.    Reflective knowledge
Disini pebelajar bisa menunjukkan kepada yang lain bagaimana cara melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara ini, pebelajar pertama harus membuat daftar perintah, deskripsi tugas  dan diagram alur untuk menmguji gambaran mentalnya.
d.   Image of system
Merupakan kenyataan dari model pebelajar yang khas dinilai dengan meminta pebelajar untuk mengartikulasikan dan memvisualisasikan bentuk-bentuk fisik.
e.    Metaphor
Seperti juga gambar-gambar, pembelajar akan sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan ada sehingga dapat dilihat orang lain.
f.     Executive knowlegde
Bertujuan untuk memecahkan permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan sumber daya kognitif yang diperlukan.
2.         The Cognitif Apprenticeship Model (Model Belajar Magang Kognitif)
Cognitive apprenticeship is based on various conditions for learning, for example : learning takes place within a context of meaningfull, ongoing activities with a need for learners to receive immediate feedback on their success; other people can and do serves oa models for imitative learning and provide structure to and connections betwen learners’ experiences; the concept of learning  being fungtional; and the idea that the need for and purpose for learning are often explicitly stated (Jolliffe dkk, 2001: 23).
Model belajar magang kognitif berdasarkan pada berbagai kondisi-kondisi belajar misalnya belajar berlangsung dalam konteks aktivitas yang berkelanjutan, penuh arti dimana pembelajar perlu menerima umpan balik segera. Orang lain dapat bertindak sebagai model-model yang menyediakan bentuk yang dihubungkan dengan pengalaman pembelajar; konsep belajar fungsional dengan tujuan belajar yang tegas.
Model belajar magang tradisional biasanya memberi peluang untuk latihan. Karakteristik model belajar ini antara lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah daya penggerak, dan penguasaan progresif terhadap tugas-tugas dihargai sebagai nilai penyelesaian pekerjaan; ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan belajar tugas; belajar dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk melakukan sesuatu; dan standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan nyata.
Sesuatu yang dapat dijadikan teladan dalam metodologi belajar tradisional yakni menyediakan satu dasar pijakan untuk penggunaan model belajar magang kognitif dalam pengembangan materi print dan Web-based. Model ini mengabaikan perbedaan-perbedaan antara pendidikan dan pelatihan dan membantu pembelajar untuk menjadi seorang ahli
Sihabudin dalam http://ejournal.sunanampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301  menguraikan dua contoh model pengembangan e-learning yakni model pengembangan e-learning dengan pendekatan knowledge Management (KM) dan model pendekatan e-learning dengan pendekatan Moodle.
1.       Model Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan Knowledge Management
Knowledge Management (KM) dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool (teknologi) untuk mendukung proses pembuatan, pembau-ran, penyebaran dan penerapan pengetahuan. Pembuatan pengetahuan adalah proses perbaikan atau penambahan potongan-potongan pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan dan penyortiran dari pengetahuan yang dikembangkan dengan pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran pengetahuan adalah proses pengambilan dan pendistribusian pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran yang lain. Penerapan pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan dalam proses pengalaman, seperti problem-solving, projek atau tugas.
2.      Model Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan Moodle.
Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam ruang kelas digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan menggunakan moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment.
Berbagai bentuk materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi moodle ini. Berbagai sumber dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan yang ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. resource
Berikut ini beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah sebagai berikut (1) Assignment. Fasilitas ini digunakan untuk memberikan penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan file hasil pekerjaan mereka, (2) Chat. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online, (3) Forum. Sebuah forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi, (4) Kuis. Dengan fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online, (5) Survey. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.
Strategi pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Jika disepakati bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk pembelajaran berbasis internet. Ada tiga kemungkinan dalam strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course (Haughey, 1998).
Pembelajaran yang hanya dilakukan di kelas memiliki beberapa kelemahan, di antaranya sumber belajar terbatas, pembelajaran kurang efektif, dan tidak mampu mengakomodasi gaya dan kecepatan belajar siswa. Gaya belajar adalah suatu cara atau strategi seseorang dalam mengelola informasi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang semakin maju dengan  mengembangkan media pembelajaran yang dapat mengakomodasi perbedaan gaya dan kecepatan belajar siswa. terlebih lagi dalam pembelajaran kimia sangat diperlukan media agar materi kimia yang cenderung susah dipahami oleh siswa dapat terbantu dengan adanya media yang mendukung.  Oleh karena itu diperlukan sebuah media yang mampu memberikan nuansa baru dalam pembelajaran, memberikan beragam sumber belajar yang dapat diakses setiap saat oleh siswa, sehingga mampu mengakomodasi gaya dan kecepatan belajar siswa.
Salah satu alternatif yang diajukan adalah dengan mengembangkan media pembelajaran berbasis learning management system (LMS) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi di bidang internet. Learning Management System (LMS) atau yang juga dikenal sebagai  Virtual Learning Environtment (VLE) adalah suatu pengelolaan pembelajaran yang mempunyai fungsi untuk memberikan sebuah materi, mendukung kolaborasi, menilai kinerja siswa, merekam data peserta didik, dan menghasilkan laporan yang berguna untuk memaksimalkan efektivitas dari sebuah pembelajaran (Yasar dan Adiguzel, 2010). LMS biasanya dikembangkan dalam sistem berbasis web. Penggunaan teknologi web ini dalam suatu program pendidikan memberikan dukungan kepada guru atau pengajar untuk mencapai tujuan pedagogis siswa, mengatur isi kursus, dan mendukung sarana belajar siswa pada akhirnya (Cigdemoglu et al, 2011).
Media pembelajaran berbasis learning management system menjadi salah satu solusi yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran. Beberapa alasan menggunakan media pembelajaran ini adalah(a) terjadi peningkatan efektivitas pembelajaran dan prestasiakademik siswa, (b) menambah kenyamanan, (c) menarik lebih banyak perhatian siswa kepada materi yang disampaikan dalam pembelajaran, (d) dapat diterapkan dengan berbagai tingkat dan model pembelajaran, dan (e) dapat menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.Media pembelajaran berbasis LMS sangat berguna dalam menyediakan lingkungan/suasana belajar yang lengkap bagi siswa, karena penuh dengan penyediaan dokumen yang terkait modul dalam format elektronik, kesempatan untuk saling belajar bersama-sama,dan kesempatan untuk menyerahkan semua penilaian sumatif secara elektronik. Alasan lain yang mendukung perspektif tersebut adalah bahwa setiap siswa memiliki akses ke semua konten pembelajaran, memiliki fleksibilitas waktu dan momen yang paling cocok untuk kebutuhan siswa dalam belajar, dapat belajar dengan kemampuan kecepatan belajar masing-masing, dan berpartisipasi dalam kesempatan belajar yang interaktif (Alberst et al, 2007:55-56; Kose, 2010:2796).
Daftar Pustaka

Alberts, P. P., Murray, L. A., Griffin, D. K., & Stephenseon, J. E. 2007. Blended Learning: Beyond Web Page Design for the Delivery of Content. Dalam Joseph Fong & Fu Lee Wang (Eds.), Prosiding Workshop on Blended Learning (hlm. 53-65), Edinburgh, 15-17 Agustus 2007.

Cigdemoglu, C., Arslan, H. O., & Akay, H. 2011. A Phenomenological Study of Instructors’ Experiences on an Open Source Learning Management System. Procedia Social and Behavioral Sciences, 28: 790-795

Jolliffe, Alan, Jonathan Riter & David Stevens. (2001).  The Online Learning Hand Book Developing and Using Web-Based Learning. USA . Kogan Page.

Sihabudin. (2009). Model-model Pengembangan E-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.  Diambil pada tanggal 16 Maret 2012, dari http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301

TUGAS TATAP MUKA KE-2 DAN KE-3 DIKUMPUL PADA TATAP MUKA KE-4

1.      Menurut cognitive theory of multimedia learning bahwa ada tiga asumsi utama yang dijadikan acuan dalam merancang suatu multimedia pembelajaran. Jelaskan ketiga asumsi tersebut dengan memberikan contoh masing-masing media yang relevan untuk pembelajaran kimia?
JAWABAN
Teori muatan kognitif (cognitive load theory) menyediakan sebuah model yang berguna untuk menguji suatu aspek penting dari pemrosesan ganda desain pesan visual-auditori multimedia pembelajaran.
 3 Asumsi teori muatan kognitif (cognitive load theory), yaitu:
Asumsi saluran-ganda (dual-channel assumption)  
Asumsi saluran-ganda (dual-channel assumption) yang menyatakan bahwa manusia menggunakan kanal pemrosesan informasi terpisah yakni untuk informasi yang disajikan secara visual dan informasi yang disajikan secara auditif. Pemrosesan informasi terjadi dalam tiga tahap. Pertama, informasi memasuki sistem pemrosesan informasi baik melalui kanal visual maupun melalui kanal auditif. Kedua, informasi-informasi ini kemudian diproses secara terpisah tetapi bersamaan di dalam memori kerja (working memory), di mana isyarat tutur (speech) yang bersifat auditif maupun gambar (termasuk di dalamnya video) dipilih dan ditata. Kemudian, tahap ketiga, informasi dari kedua  kanal tersebut disatukan dan dikaitkan dengan informasi lain yang telah tersimpan di dalam memori jangka panjang. Tahap ketiga inilah yang bertanggungjawab mengenai bagaimana informasi yang sama bisa diinterpretasi secara berbeda oleh masing-masing pembelajar. Penyebabnya adalah pengalaman belajar yang dimiliki oleh masing-masing pembelajar tidaklah sama.
Asumsi Kapasitas-terbatas (limited-capacity)
Asumsi Kapasitas-terbatas (limited-capacity)yang menyatakan adanya keterbatasan kemampuan manusia memproses informasi dalam setiap kanal pada satu waktu. Dalam satu sesi presentasi, audiens hanya bisa menyimpan beberapa informasi visual (gambar, video, diagram, dsb) dan beberapa informasi tutur (auditif). Asumsi inilah yang mendasari riset dan teori yang disebut teori beban kognitif (cognitive load theory). Meskipun beban maksimal tiap individu bervariasi, beberapa penelitian menunjukkan bahawa rata-rata manusia hanya mampu menyimpan 5-7 ‘potongan’ informasi saja pada satu saat.
Asumsi Pemrosesan aktif (active-processing)
Manusia secara aktif melibatkan dirinya dalam pemrosesan aktif untuk mengkonstruksi representasi mental yang saling terkait terhadap pengalaman mereka.  Proses kogitif aktif ini meliputi: memberikan perhatian, menata informasi yang masuk dengan pengetahuan lainnya. Pendeknya, manusia adalah prosesor aktif yang menalar dan memasukakalkan setiap informasi yang ada. Manusia bukan prosesor pasif yang hanya menerima merekam sesuatu dan menyimapnnya di memori dan dapat diputar olah kapan saja.
Memori kerja digunakan untuk penyimpanan sementara dan memanipulasi pengetahuan dalam kesadaran pikiran aktif. Sejalan dengan asumsi kapasitas terbatas, memori kerja memang terbatas dalam proses jumlah pengetahuan dalam suatu waktu tertentu. Jadi, hanya sejumlah citra yang bisa ditampung di saluran visual dalam memori kerja pada suatu waktu. Hanya sejumlah kecil suara yang bisa ditampung di saluran auditori dalam memori kerja pada suatu waktu.
Contoh Media Relafan dalam Pembelajaran Kimia:
Media yang sering di pakai dalam pembelajaran kimia yag relafan yaitu media dengan menggunakan laptop dengan cara Presentasi power point. Misalnya: materi reaksi asam-basa, kita dapat memanfaatkan lab virtual dan merancang sedemikian rupa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan maksimal. saat kita menggnakan aplikasi lab virtual tersebut kita harus menjelaskannya agar siswa dapat mendengarkan dan memperoleh informasi lebih maksimal, kita juga harus melibatkan peserta didik secara langsung dengan meminta mereka mencoba menggunakan aplikasi tersebut karena dengan mencoba sendiri itu akan dapat memusatkan perhatian siswa dan mereka mendpatkan informasi dan pengalaman yang selanjutnya akan terproses dan tersimpan diotak dan selanjutnya diharapkan dapat tersimpan pada memori jangka panjang.Dan pada materi hidrokarbon, dapat di tampilkan gambar atau struktur suatu senyawa hidrokarbon melalui media infokus yang telah dibuat sebelumnya dalam bentuk soft file power point sambil memberikan penjelasan secara verbal sehingga pembelajar dapat memproses informasi baik melalui kanal visual maupun kanal verbal. Dan terjadi proses pengintegrasian yang terjadi apabila pembelajar membangun jalinan antara model verbal dan model visual. Ketika ingin menampilkan suatu gambar maka harus memperhatikan beberapa prinsip contohnya prinsip keterdekatan waktu dengan menyajikan gambar dan teks yang berhubungan secara bersamaan. Kemudian materi hidrokarbon disampaikan secara sistematis, terurut dan jelas
contoh media yang relevan dari ke-3 asumsi diatas untuk pembelajaran kimia adalah sseperti saya ambil materi mengenai unsur golongan alkali, media yang dipakai disini dapat berupa powerpoint untuk menampilkan gambar serta penjelasan dari unsur-unsur golongan alkali,serta di dalam powerpoint tersebut dapat kita tambahkan pula animasi serta vidio yang menampilkan perubahan warna unsur-unsur golongan alkali. dengan media seperti ini kita mendapati bahwa media ini dapat langsung menampilkan informasi secara visual serta informasi secara verbal
2.      Jelaskan bagaimana teori dual coding dapat diadaptasikan dalam menyiapkan suatu multimedia pembelajaran  kimia
JAWABAN
Teori dual coding, Cue summation dan cognitive load theory (CLT) adalah teori-teori yang berakar pada psikologi kognitif yang dijadikan landasan dalam merancang multimedia pembelajaran. Teori dual coding yang dikemukakan oleh Paivio (1986) menyatakan bahwa kognisi manusia menggunakan dua saluran pemrosesan informasi yaitu informasi verbal (logogens) berupa kata (lisan atau tertulis) dan informasi nonverbal (piktorial/imagens).
Teori dual coding mengidentifikasi tiga cara pemrosesan informasi, yaitu:
(a) pengaktifan langsung representasi verbal atau piktorial,
(b) pengaktifan representasi verbal oleh piktorial atau sebaliknya
(c) pengaktifan secara bersama-sama representasi verbal dan piktorial.
Mayer (2003) mengintegrasikan teori dual coding ini ke dalam model SOI (Selecting Organizing Integrating) dalam pemrosesan informasi. Hal terpenting yang dinyatakan oleh teori muatan kognitif adalah sebuah gagasan bahwa kemampuan terbatas  memori kerja, visual maupun auditori, seharusnya menjadi poko

TEORI PEMPROSESAN INFORMASI BERBANTUAN MEDIA

Pengertian Teori Pemrosesan Informasi
Shuell dalam Schunk menyebutkan bahwa teori-teori pengolahan informasi memfokuskan perhatian pada bagaimana orang memperhatikan peristiwa-peristiwa lingkungan, mengkodekan informasi-informasi untuk dipelajari, dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang ada dalam memori, menyimpan pengetahuan yang baru dalam memori, dan menariknya kembali ketika dibutuhkan. Information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa teori pemrosesan informasi merupakan model dalam teori kognitivisme yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia dalam memperoleh, menyandikan, dan mengingat informasi.
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.
Pemrosesan informasi itu sendiri secara sederhana dapat diartikan suatu proses yang terjadi pada peserta didik untuk mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut dengan inti pendekatannya lebih kepada proses memori dan cara berpikir. Dalam teori pemrosesan informasi, terdapat beberapa model mengajar yang akan mendorong pengembangan pengetahuan dalam diri siswa dalam hal mengendalikan stimulus yaitu mengumpulkan dan mengorganisasikan data, menyadari dan memecahkan masalah, mengembangkan konsep sehingga mampu menggunakan lambang verbal dan non verbal dalam penyampaiannya. Bahkan orientasi utama pada modelnya mengarah kepada kemampuan siswa  dalam mengolah, menguasai informasi sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang akan didapatkannya.           
Model  belajar  pemrosesan  informasi  ini  sering  pula  disebut  model  kognitif information processing, karena dalam proses belajar  ini  tersedia  tiga  taraf struktural sistem informasi, yaitu:
1.         Sensory  atau  intake  register:  informasi  masuk  ke  sistem  melalui  sensory register,  tetapi  hanya  disimpan  untuk  periode  waktu  terbatas.  Agar  tetap dalam  sistem,  informasi  masuk  ke  working  memory  yang  digabungkan dengan informasi di long-term memory. 
2.      Working memory: pengerjaan atau operasi  informasi berlangsung di working memory,  dan  di  sini  berlangsung  berpikir  yang  sadar.  Kelemahan  working memory  sangat  terbatas  kapasitas  isinya  dan memperhatikan  sejumlah  kecil informasi secara serempak
3.      Long-term  memory,  yang  secara  potensial  tidak  terbatas  kapasitas  isinya sehingga mampu menampung seluruh  informasi yang sudah dimiliki peserta didik.  Kelemahannya  adalah  betapa  sulit  mengakses  informasi  yang tersimpan di dalamnya.
Sebagai contoh, suatu paparan tentang bagaimana sistem sesuatu alat bekerja dapat dipresentasikan melalui teks tertulis dalam buku atau melalui teks di layar komputer (dua media yang berbeda), dalam bentuk rangkaian kata-kata atau kombinasi kata-kata dan gambar (dua desain pesan yang berbeda), atau dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan (dua sensorik yang berbeda). Sebenarnya istilah desain pesan mengacu pada proses manipulasi, atau rencana manipulasi dari sebuah pola tanda yang  memungkinkan untuk mengkondisi  pemerolehan informasi. Penelitian telah menemukan  bukti bahwa desain pesan yang berbeda pada multimedia instruksional mempengaruhi kualitas performansi.
Menurut model tingkat pemrosesan, berbagai stimulus informasi diproses dalam berbagai tingkat kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin
dalam suatu informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama diingat. Sebagai contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak berasosiasi dengan pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses daripada stimuli atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang menjadi perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam daripada stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya.Ada bebrapa pembagian teori menurut beberapa ahli dalam teori pemprosesan informasi antara lain sebagai berikut:
1.Teori Pemprosesan Informasi Atkinson
Dalam model pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia dikonsepkan sebagai suatu labor yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi labor. Stimulasi dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak mengolah dan mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini meliputi pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila diperlukan. Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia, seperti berbicara, menulis, interaksi labor, dan sebagainya (Vasta, dkk., 1992 ).
2. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan persitiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).  Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal dierlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indra, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar.
Multimedia telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Istiyanto (2011), multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih yang terdiri dari teks,grafik, gambar, foto, audio, dan animasi secara terin- tegrasi. Menurut Mayer (2009:3), multimedia didefini- sikan sebagai presentasi materi dengan menggunakan kata-kata (verbal form) sekaligus gambar-gambar.
Pembelajaran berbantuan multimedia dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar sehingga terjadi proses belajar yang sesuai tujuan dan terkendali (Istiyanto, 2011:12)
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal tersebut, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Peristiwa belajar adalah persitiwa dengan urutan sebagai berikut: menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran agar pseerta didik tahu apa yang diharapkan dala pembelajaran itu, mengingat kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat, menyampaikan materi pembelajaran, memebrikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, membangkitkan timbulnya unjuk kerja peserta didik, memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas, mengukur/evaluasi belajar, dan memperkuat referensi dan transfer belajar.

PRINSIP DASAR MULTIMEDIA PEMBELAJARAN



Hofstetter sebagaimana dikutip oleh Suyanto menyatakan bahwa terdapat empat komponen penting dalam multimedia. Empat komponen tersebut adalah: (a) komputer, yang berfungsi untuk mengkoordinasikan apa yang dilihat dan didengar, serta berinteraksi dengan user; (b) link, yang menghubungkan user dengan informasi yang ada dalam program multimedia; (c) alat navigasi, yang berguna untuk memandu user dalam menjelajah informsi; (d) ruang untuk mengumpulkan, memproses, dan mengkomunikasikan gagasan user (2003: 52).
Empat komponen multimedia yang disebutkan oleh Hofstetter di atas merupakan bentuk dari adanya interaktivitas dalam multimedia. Interaktivitas merupakan pusat perhatian utama dalam desain seting media pembelajaran seperti computer assisted instruction (CAI), computer assisted learning (CAL), dan online learning environments (Hsinyi Peng: 2008).
Perangkat multimedia yang berbasis komputer dibedakan menjadi perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras multimedia terdiri dari empat unsur utama yaitu: input unit, central processing unit, memory, dan output unit.  Unit input adalah bagian penerima dan memasukkan data maupun instruksi. Central Processing Unit (CPU) berperan melaksanakan  dan mengatur instruksi, termasuk menghitung dan membandingkan. Memory atau storage merupakan bagian yang berfungsi untuk menyimpan informasi. Sedangkan unit output berfungsi sebagai penyaji informasi.
Jenis-Jenis Multimedia Berbasis Komputer
Rob Philips  mengemukakan bahwa multimedia yang berbasis komputer terdiri dari multimedia interkatif dan multimedia yang tidak interaktif (1993: 8). Interaktif maksudnya pengguna dapat mengontrol pengoperasian program sesuai dengan yang dikehendaki, sedangkan yang tidak interaktif adalah sebaliknya.
Multimedia interaktif dapat dibedakan menjadi multimedia interaktif of line dan on line. Multimedia interaktif of line adalah program multimedia yang tidak terkoneksi dengan internet, hanya beroperasi pada komputer stand alone. Sedangkan multimedia interaktif on line adalah program multimedia yang terkoneksi dengan jaringan internet atau sering disebut dengan istilah hypermedia.
Sims  mendeskripsikan bahwa dalam lingkungan belajar online yang interaktif, kontrol terhadap peserta didik melalui komunikasi aktif berupa pemberian umpan balik merupakan komponen interaktivitas yang esensial. Dalam konsep pendidikan jarak jauh, interaksi merupakan aspek yang penting jika kualitas pendidikan jarak jauh ingin diwujudkan (Wilson: 2004).
Berdasarkan tingkat interaktivitasnya, multimedia dibedakan menjadi multimedia interaktif tingkat operator dan multimedia interaktif tingkat kreator. Interaksi yang terjadi pada tingkat operator, pengguna hanya bisa memilih atau menentukan menu-menu atau perintah yang tersedia. Sedangkan pada multimedia interaktif tingkat kreator, pengguna dapat memanfaatkan program untuk berkreasi sesuai dengan materi yang ada di dalamnya (Wang Qiyun & Cheung Wing Sum, 2003: 218).
Berdasarkan bentuk program pembelajaran yang dikembangkan, multimedia interaktif dibedakan menjadi: (a) drill and practice; (b) tutorial; (c) simulation; (d) game; dan (e) problem solving (Heinich: 1996: 9-12). Muirhead (2001), mendefinisikan interaktif sebagai komunikasi, partisipasi,  dan umpan balik yang membantu siswa dan guru untuk berinteraksi secara aktif. Multimedia pembelajaran hendaknya memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi, agar proses pembelajaran mandiri berlangsung dinamis.
Berkaitan dengan jenis multimedia, program multimedia yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah multimedia interkatif yang bersifat on line, dan dari segi bentuknya berupa multimedia yang berisi tutorial dan problem solving.
Prinsip Pengembangan Multimedia Pembelajaran
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan media pembelajaran meliputi: prinsip kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, pengulangan, partisipasi aktif peserta didik, dan umpan balik (Abdul Gafur, 2007: 20-22)
Penggunaan alat pemusat perhatian dalam media pembelajaran dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik untuk fokus terhadap materi pelajaran. Hal ini membantu konsentrasi peserta didik dalam memahami isi pelajaran sehingga penguasaan mereka menjadi lebih baik.
Informasi atau keterampilan baru jarang sekali dapat dikuasai secara maksimal hanya dengan satu kali proses belajar. Agar penguasaan terhadap informasi atau keterampilan baru tersebut dapat lebih optimal, maka perlu dilakukan bebrapa kali pengulangan. Prinsip pengulangan ini harus diperhatikan dalam mengembangkan media pembelajaran.
Proses belajar mengajar akan lebih berhasil manakala terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Oleh karena itu media pembelajaran yang digunakan hendaknya mampu menimbulkan keterlibatan peserta didik secara aktif (interaktif).
Prinsip-prinsip tersebut di atas dapat diakomodasi dalam sebuah media pembelajaran berupa multimedia pembelajaran interaktif dan web pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Dasar Multimedia untuk Pembelajaran
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Richard E. Mayer (2001) menunjukan bahwa anak didik kita memiliki potensi belajar yang berbeda-beda. Kini dunia pendidikan makin maju, dapatkah modalitas belajar siswa yang berbeda-beda ini dibawa dalam sebuah teknologi Multimedia? Menurut Mayer ada 12 prinsip desain multimedia pembelajaran yang dapat diterapkan di Pembelajaran.
1 Prinsip Merancang Multimedia Pembelajaran, yaitu :
  1. Prinsip multimedia : siswa bisa belajar lebih baik dengan kata-kata dan gambar-gambar dibandingkan dengan hanya kata-kata atau gambar saja.
Dengan menambahkan ilustrasi pada teks atau menambahkan animasi pada narasi maka akan membantu siswa lebih mendalami materi atau penjelasan yang disajikan. Menyajikan penjelasan dengan kata-kata dan gambar-gambar bisa menghasilkan pembelajaran lebih baik daripada menyajikan dengan kata-kata saja. Saat kata-kata dan gambar disajikan secara bersamaan siswa mempunyai kesempatan untuk mengkonstruksi model-model mental verbal dan pictorial dan membangun hubungan diantara keduanya.
  1. Prinsip keterdekatan ruang : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata dan gambar-gambar yang saling terkait disajikan saling berdekatan daripada saling berjauhan di halaman atau di layar.
Saat kata-kata dan gambar-gambar terkait saling berdekatan di halaman (dalam buku) atau layar (dalam komputer) maka siswa tidak harus menggunakan sumber-sumber kognitif secara visual mencari di halaman atau layar itu. Siswa akan lebih bisa menangkap dan menyimpan materi bersamaan di dalam memori kerja pada waktu yang sama.
  1. Prinsip keterdekatan waktu : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata dan gambar-gambar yang terkait disajikan secara simultan (bersamaan) daripada bergantian.
Saat bagian narasi dan animasi yang terkait disajikan dalam waktu bersamaan, akan lebih memungkinkan siswa untk bisa membentuk representasi mental atas keduanya dalam memori kerja dalam waktu bersamaan. Hal ini membuat siswa lebih bisa membangun hubungan mental antara representasi verbal dan representasi visual. Jika waktu antara mendengar kalimat dan melihat animasi relative pendek, maka siswa masih bisa membangun koneksi antara kata-kata dan gambar. Jika mendengar keseluruhan narasi yang panjang dan melihat keseluruhan animasi dalam waktu yang terpisah maka siswa kesulitan membangun koneksi tersebut.
  1. Prinsip koherensi : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata, gambar-gambar atau suara-suara ekstra dibuang.
Prinsip koherensi bisa dipecah menjadi tiga versi yang saling melengkapi : (1) pembelajaran siswa terganggu jika kata-kata dan gambar-gambar menarik namun tidak relevan ditambahkan ke presentasi multimedia. (2) pembelajaran siswa terganggu jika terdapat suara dan music yang menarik namun tidak relevan, (3) pembelajaran siswa akan meningkat jika kata-kata yang tidak diperlukan disingkirkan. Gambar-gambar dan kata-kata yang menarik tapi tidak relevan bisa mengalihkan perhatian siswa dari isi materi yang penting, dan bisa mengganggu proses penataan materi. Dalam penyajian materi melalui multimedia siswa cenderung bisa belajar lebih banyak dan mendalam jika materi disajikan secara lebih ringkas. Oleh karena memori kerja otak pada manusia itu terbatas maka harus difokuskan pada materi yang penting.
  1. Prinsip modalitas : siswa bisa belajar lebih baik pada animasi dan narasi daripada animasi dan teks pada layar.
Jika gambar dan kata-kata bersama-sama disajikan secara visual (yakni sebagai animasi dan teks) maka saluran visual/pictorial yang bekerja ekstra sedangkan saluran lain (verbal) tidak berfungsi. Jika kata-kata disajikan secara auditory maka kedua saluran akan berfungsi.
  1. Prinsip redundansi : siswa bisa belajar lebih baik dari animasi dan narasi daripada dari animasi, narasi, dan teks pada layar.
Jika kata-kata dan gambar-gambar disajikan secara visual maka saluran visual akan kelebihan beban. Jika animasi berisi narasi yang padat, maka sebaiknya tidak menambahkan teks yang hanya mengulang kata-kata dari narasi. Keterbatasan kapasitas memori kerja menghalangi individu untuk memproses banyak elemen informasi secara langsung. Informasi akan terserap secara lebih baik bila format desain pesannya tidak membebani perhatian mereka karena sumber-sumber ganda yang saling memasok informasi (Pranata. 2010).
  1. Prinsip perbedaan individual : pengaruh desain lebih kuat terhadap siswa berpengetahuan rendah daripada berpengetahuan tinggi, dan terhadap siswa berkemampuan spasial tinggi daripada berspasial rendah.
Siswa yang berpengetahuan lebih tinggi bisa menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk mengkompensasi atas kurangnya petunjuk dalam presentasi. Siswa yang berpengetahuan rendah kurang bisa melakukan pemrosesan kognitif yang berguna saat presentasinya kurang petunjuk. Siswa yang memiliki kemampuan spasial yang tinggi memiliki kapasitas kognitif untuk secara mental memadukan reprentasi verbal dan visual dari presentasi multimedia yang ada. Siswa yang berspasial rendah harus mengerahkan kapasitas kognitif yang begitu banyak untuk memahami apa yang disajikan.
            8. Prinsip Interaktivitas
       Orang belajar lebih baik ketika ia dapat mengendalikan sendiri apa yang sedang dipelajarinya (manipulatif: simulasi, game, branching).Sebenarnya, orang belajar itu tidak selalu linier alias urut satu persatu. Dalam kenyataannya lebih banyak loncat dari satu hal ke hal lain. Oleh karena itu, multimedia pembelajaran harus memungkinkan user/pengguna dapat mengendalikan penggunaan daripada media itu sendiri. dengan kata lain, lebih manipulatif (dalam arti dapat dikendalikan sendiri oleh user) akan lebih baik. Simulasi, branching, game, navigasi yang konsisten dan jelas, bahasa yang komunikatif, dan lain-lain akan memungkinkan tingkat interaktivitas makin tinggi.
             9.Prinsip Sinyal (cue, highlight,)
       Orang belajar lebih baik ketika kata-kata, diikuti dengan cue, highlight, penekanan yang relevan terhadap apa yang disajikan. Kita bisa memanfaatkan warna, animasi dan lain-lain untuk menunjukkan penekanan, highlight atau pusat perhatian (focus of interest). Karena itu kombinasi penggunaan media yang relevan sangat penting sebagai isyarat atau kata keterangan yag memperkenalkan sesuatu.
            10.Prinsip Praktek                                
       Interaksi adalah hal terbaik untuk belajar,kerja praktek dalam memecahkan masalah dapat meningkatkan cara belajar dan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari.
            11.Pengandaian
       Menjelaskan materi dengan audio meningkatkan belajar. Siswa belajar lebih baik dari animasi dan narasi, daripada dari animasi dan teks pada layar.
Kesimpulannya penggunaan multimedia (kombinasi antara teks, gambar, grafik, audio/narasi, animasi, simulasi, video) secara efektif untuk mengakomodir perbedaan modalitas belajar
Terdapat lima tahap dalam merancang multimedia pembelajaran yaitu memilih kata – kata yang relevan dengan teks atau narasi yang tersaji, memilih gambar – gambar yang relevan dengan illustrasi yang tersaji, mengatur kata – kata yang terpilih tersebut ke dalam representasi verbal yang koheren, mengatur gambar – gambar yang terpilih tersebut ke dalam representasi visual yang koheren, dan memadukan representasi verbal dan representasi visual tersebut dengan pengetahuan – pengetahuan sebelumnya. 





 Prinsip-prinsip Penggunaan Media Pembelajaran
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pada setiap kegiatan belajar mengajar adalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa belajar dalam upaya memahami materi pelajaran. Dengan demikian, penggunaan media harus dipandang dari sudut kebutuhan siswa. Hal ini perlu ditekankan sebab sering media dipersiapkan hanya dilihat dari sudut kepentingan guru. Contohnya, oleh karena guru kurang menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, maka guru persiapkan media OHT, dan oleh sebab OHT digunakan untuk kepentingan guru, maka transparansi tidak didesain dengan menggunakan prinsip-prinsip media pembelajaran, melainkan seluruh pesan yang ingin disampaikan dituliskan pada transparan hingga menyerupai Koran (Arisandi, 2011).
Ketika suatu media akan dipilih dan dipergunakan, saat itulah beberapa prinsip perlu pendidik perhatikan dan dipertimbangkan dengan baik dan tepat. Keberhasilan penggunaan media pembelajaran tergantung dari beberapa faktor, seperti proses kognitif dan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu para ahli mengajukan prinsip-prinsip kelayakan media pembelajaran sehingga menghasilkan media pembelajaran yang efektif. Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1.      Tujuan Pemilihan
Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, maupun untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong? Lebih spesifik lagi, apakah untuk pengajaran kelompok atau individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMU, tuna rungu, tuna netra, masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.
2.      Karakteristik Media Pengajaran
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaanya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran. Di samping itu, memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif.
3.      Alternatif Pilihan
Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
Dalam menggunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Dr. Nana Sudjana (1991: 104) adalah:
1.      Menentukan jenis media dengan tepat; artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
2.      Menetapkan dan memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
3.      Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu dan sarana yang ada.
4.      Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan media pengajaran.
Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan oleh guru pada waktu ia menggunakan media pengajaran. Sedangkan Ibrahim (1991: 24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran, antara lain:
1.      Sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media yang paling baik untuk mencapai semua tujuan. masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. penggunaan berbagai macam media pembelaiaran yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran.
2.     Pemilihan media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan dengan dasar pertimbangan efektivitas belajar siswa, bukan karena kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan.
3.     Pemilihan media hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
b.      Ketersediaan bahan media,
c.       Biaya pengadaan, dan
d.      Kualitas atau mutu teknik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran adalah (1) media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan serta karakteristik siswa yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa yang belajar); (2) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru harus mengenal ciri-ciri dari setiap media pembelajaran; (3) pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada siswa yang belajar, artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa; (4) pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat siswa belajar; (5) menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat