Selasa, 14 Maret 2017
Tugas Membuat Alat peraga
Pada kali ini kami membuat alat peraga untuk materi tingkat SMP
Disini kami mengambil materi mengenai Teori Atom Rutherford. Untuk lebih jelasnya bisa di buka link di bawah ini :
https://youtu.be/Jii-ORs24-k
PERSENTASI MULTIMEDIA PEMBELAJARAN KIMIA HASIL PNGEMBANGAN
Percobaan dalam persentase Multimedia yang bisa
dilakukan untuk metode pembelajaran melalui percobaan reduksi dan oksidasi
(redoks). Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi.
Konsep tentang bilangan oksidasi, telah dibahas dalam topik sebelumnya. Reaksi
redoks mencakup reaksi reduksi dan oksidasi.
Reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi
penurunan bilangan oksidasi melalui penangkapan elektron, contohnya :
Cu2+(aq)+ 2e→Cu(s)
Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi
peningkatan bilangan oksidasi melalui pelepasan elektron, contohnya :
Zn(s)→Zn2+(aq)+ 2e
https://youtu.be./Bw_LYCYLEEM?T=26
TUGAS MID MAP PEMBELAJARAN KIMIA
Rangkuman
Teori Reaksi redoks :
1. Reaksi
redoks dapat disetarakan dengan cara setengah reaksi dan cara bilangan
oksidasi.
2. Sel elektrokimia dibedakan menjadi dua, yaitu sel volta dan sel elektrolisis.
3. Pada sel volta reaksi redoks berlangsung spontan sehingga menghasilkan arus listrik.
4. Pada sel elektrolisis arus listrik menyebabkan terjadinya reaksi redoks yang tidak dapat berlangsung spontan.
5. Sel volta yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah baterai dan aki.
6. Hukum Faraday I menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan selama elektrolisis tergantung pada jumlah listrik yang digunakan.
7. Hukum Faraday II menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan tergantung pada massa ekivalen spesi yang bersangkutan w = e . f.
8. Bila arus listrik yang sama dialirkan pada dua sel elektrolisis atau lebih maka perbandingan banyaknya zat yang dibebaskan sama dengan perbandingan massa ekivalennya. w1 : w2 = e1 : e2
9. Elektrolisis dapat digunakan untuk membuat beberapa bahan kimia dan untuk penyepuhan logam.
10. Korosi adalah proses teroksidasinya suatu logam
11. Untuk mencegah korosi dapat dilakukan dengan cara melapisi logam dengan cat, oli, minyak, atau logam lain dan dengan perlindungan katoda.
2. Sel elektrokimia dibedakan menjadi dua, yaitu sel volta dan sel elektrolisis.
3. Pada sel volta reaksi redoks berlangsung spontan sehingga menghasilkan arus listrik.
4. Pada sel elektrolisis arus listrik menyebabkan terjadinya reaksi redoks yang tidak dapat berlangsung spontan.
5. Sel volta yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah baterai dan aki.
6. Hukum Faraday I menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan selama elektrolisis tergantung pada jumlah listrik yang digunakan.
7. Hukum Faraday II menyatakan banyaknya zat yang dibebaskan tergantung pada massa ekivalen spesi yang bersangkutan w = e . f.
8. Bila arus listrik yang sama dialirkan pada dua sel elektrolisis atau lebih maka perbandingan banyaknya zat yang dibebaskan sama dengan perbandingan massa ekivalennya. w1 : w2 = e1 : e2
9. Elektrolisis dapat digunakan untuk membuat beberapa bahan kimia dan untuk penyepuhan logam.
10. Korosi adalah proses teroksidasinya suatu logam
11. Untuk mencegah korosi dapat dilakukan dengan cara melapisi logam dengan cat, oli, minyak, atau logam lain dan dengan perlindungan katoda.
PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
Secara
etimologis e-learning terdiri dari huruf e yang merupakan singkatan dari
eletronic dan kata learning yang artinya pembelajaran. Dengan demikian,
e-learning bisa diartikan sebagai pembelajaran dengan memanfaatkan bantuan
perangkat eletronik, khususnya perangkat komputer. Fokus penting dalam
e-learning adalah proses belajaranya (learning) itu sendiri dan bukan pada
electronic karena elektronik hanyalah sebagai alat bantu saja. Pelaksanaan
e-learning menggunakan bantuan audio, video, dan perangkat komputer atau
kombinasi ketiganya (Munir, 2009: 169).
Terdapat beberapa pengertian e-learning menurut
pendapat para ahli teknologi pendidikan. E-learning merupakan suatu jenis
belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan
menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain
[Hartley, 2001]. E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik
secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti
internet, intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain
(Lende, 2004).
Salah satu
definisi umum dari e-learning diberikan oleh Gilbert & Jones (2001), yaitu:
pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik seperti Internet,
intranet/extranet, satellite broadcast, audio/video tape, interactive TV,
CD-ROM, dan computer-based training (CBT). Definisi yang hampir sama
diusulkan juga oleh the Australian National Training Authority (2003) yakni
meliputi aplikasi dan proses yang menggunakan berbagai media elektronik seperti
internet, audio/video tape, interactive TV and CD-ROM guna mengirimkan materi
pembelajaran secara lebih fleksibel (Surjono, 2010: 4)
Dari
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah
model pembelajaran yang memanfaatkan berbagai perangkat elektronik sebagai
sarana/media pembelajaran. Perangkat elektronik yang dimaksud mencakup
perangkat hardware seperti komputer, video, tape, radio, televisi,
handphone, maupun perangkat software seperti jaringan komputer dan/atau
internet. materi e-learning tidak hanya didistribusikan secara on-line
baik melalui jaringan lokal ataupun internet, tetapi juga didistribusikan
secara off-line menggunakan media CD/DVD.
Yang
dimaksudkan dengan model pengembangan e-learning adalah pola representasi yang
akan digunakan untuk merancang e-learning sehingga dapat manfaatkan oleh user
semaksimal mungkin.
Penerapan e-learning lebih
banyak dimaknai sebagai pembelajaran menggunakan teknologi jaringan (net)
atau secara online. Hal ini berkaitan dengan perkembangan TIK yang mengarah
pada teknologi online. TIK saat ini, lebih difokuskan untuk pengembangan networking (jaringan)
yang memungkinkan untuk mengirim, memperbaharui, dan berbagi informasi secara
cepat. Keberhasilan penerapan dari e-learning bergantung pada
beberapa faktor antara lain teknologi, materi pembelajaran dan karakteristik
dari peserta didik. Teknologi merupakan faktor pertama yang mempunyai peran
penting di dalam penerapan e-learning, karena jika teknologi
tidak mendukung maka sangat sulit untuk menerapkan e-learning,
minimal sekolah mempunyai komputer. Materi pembelajaran juga harus sesuai
dengan tujuan pembelajaran, dijabarkan secara jelas atau diberikan link ataupun
petunjuk sumber pembelajaran yang lain. Karaktersitik peserta didik juga sangat
dibutuhkan karena nilai utama di dalam e-learning adalah
kemandirian.
Model Pengembangan E-Learning
Terdapat
beberapa model pengembangan e-learning. Menurut Jolliffe, dkk., terdapat
dua model utama yakni the mental model dan the cognitif
apprenticeship model.
1.
The Mental
Model (Model Mental).
The mental
models are the conceptual and operasional representations that people develop
as they interact with complex systems. Mental model are thouhgt to consist of
an awareness of the various component of a systems and are assesed using a
variety of method including problem solving, troubleshooting performance,
information retention over time, observation and user predictions regarding
performance (Jolliffe dkk, 2001: 22).
Model mental
diartikan sebagai penyajian-penyajian konseptual dan operasional yang
dikembangkan ketika orang berhubungan dengan sistem yang kompleks. Model-model
mental merupakan pemikiran yang terdiri atas kesadaran terhadap berbagai
komponen dari suatu sistem dan dievaluasi menggunakan berbagai metode termasuk
pemecahan masalah, mencari dan memecahkan persoalan, ingatan informasi,
pengamatan dan prediksi pengguna (user) terhadap pengetahuan capaian. Model
mental nampak lebih dari sekedar peta struktural dari berbagai komponen.
Terdapat
beberapa komponen dalam model mental antara lain :
a.
Structural
knowledge
Merupakan pengetahuan tentang konsep
struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau
lingkaran-lingkaran konsep. Metode ini berasumsi bahwa pengetahuan dapat
dibentuk menggunakan simbol.
b.
Performance
knowledge
Bertujuan untuk menilai pengetahuan
capaian dimana pebelajar diberi tugas-tugas pemecahan masalah untuk menguji
kesan visual mereka.
c.
Reflective
knowledge
Disini pebelajar bisa menunjukkan
kepada yang lain bagaimana cara melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara
ini, pebelajar pertama harus membuat daftar perintah, deskripsi tugas dan
diagram alur untuk menmguji gambaran mentalnya.
d.
Image of
system
Merupakan kenyataan dari model
pebelajar yang khas dinilai dengan meminta pebelajar untuk mengartikulasikan
dan memvisualisasikan bentuk-bentuk fisik.
e.
Metaphor
Seperti juga gambar-gambar,
pembelajar akan sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan ada
sehingga dapat dilihat orang lain.
f.
Executive
knowlegde
Bertujuan untuk memecahkan
permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan sumber
daya kognitif yang diperlukan.
2.
The Cognitif
Apprenticeship Model (Model Belajar Magang Kognitif)
Cognitive
apprenticeship is based on various conditions for learning, for example :
learning takes place within a context of meaningfull, ongoing activities with a
need for learners to receive immediate feedback on their success; other people
can and do serves oa models for imitative learning and provide structure to and
connections betwen learners’ experiences; the concept of learning being fungtional;
and the idea that the need for and purpose for learning are often explicitly
stated (Jolliffe dkk, 2001: 23).
Model
belajar magang kognitif berdasarkan pada berbagai kondisi-kondisi belajar misalnya
belajar berlangsung dalam konteks aktivitas yang berkelanjutan, penuh arti
dimana pembelajar perlu menerima umpan balik segera. Orang lain dapat bertindak
sebagai model-model yang menyediakan bentuk yang dihubungkan dengan pengalaman
pembelajar; konsep belajar fungsional dengan tujuan belajar yang tegas.
Model
belajar magang tradisional biasanya memberi peluang untuk latihan.
Karakteristik model belajar ini antara lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah
daya penggerak, dan penguasaan progresif terhadap tugas-tugas dihargai sebagai
nilai penyelesaian pekerjaan; ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan
belajar tugas; belajar dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk
melakukan sesuatu; dan standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan
nyata.
Sesuatu yang
dapat dijadikan teladan dalam metodologi belajar tradisional yakni menyediakan
satu dasar pijakan untuk penggunaan model belajar magang kognitif dalam
pengembangan materi print dan Web-based. Model ini mengabaikan perbedaan-perbedaan
antara pendidikan dan pelatihan dan membantu pembelajar untuk menjadi seorang
ahli
Sihabudin dalam http://ejournal.sunanampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301
menguraikan dua contoh model pengembangan e-learning yakni model pengembangan
e-learning dengan pendekatan knowledge Management (KM) dan model
pendekatan e-learning dengan pendekatan Moodle.
1. Model Pengembangan E-Learning Dengan
Pendekatan Knowledge Management
Knowledge Management (KM) dapat
didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool (teknologi)
untuk mendukung proses pembuatan, pembau-ran, penyebaran dan penerapan
pengetahuan. Pembuatan pengetahuan adalah proses perbaikan atau penambahan
potongan-potongan pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran terjadi
melalui pengalaman. Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan,
penyimpanan dan penyortiran dari pengetahuan yang dikembangkan dengan
pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran pengetahuan adalah proses pengambilan dan
pendistribusian pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran yang
lain. Penerapan pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada
untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan
dalam proses pengalaman, seperti problem-solving, projek atau tugas.
2. Model
Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan Moodle.
Moodle adalah
sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media
pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk
ke dalam ruang kelas digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan
menggunakan moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal
elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular
Object Oriented Dynamic Learning Environment.
Berbagai
bentuk materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi moodle ini.
Berbagai sumber dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan
yang ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang
berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam
format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. resource
Berikut ini
beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah sebagai
berikut (1) Assignment. Fasilitas ini digunakan untuk memberikan
penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat
mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan
file hasil pekerjaan mereka, (2) Chat. Fasilitas ini digunakan untuk
melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan
peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online, (3) Forum. Sebuah
forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi
pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas
topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi, (4) Kuis. Dengan
fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online,
(5) Survey. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.
Strategi
pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai
tujuan yang diinginkan. Jika disepakati bahwa e-learning di dalamnya
juga termasuk pembelajaran berbasis internet. Ada tiga kemungkinan dalam
strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web
course, web centric course, dan web enhanced course (Haughey, 1998).
Pembelajaran yang hanya dilakukan di
kelas memiliki beberapa kelemahan, di antaranya sumber belajar terbatas,
pembelajaran kurang efektif, dan tidak mampu mengakomodasi gaya dan kecepatan
belajar siswa. Gaya belajar adalah suatu cara atau strategi seseorang dalam mengelola
informasi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi yang semakin maju dengan
mengembangkan media pembelajaran yang dapat mengakomodasi perbedaan gaya
dan kecepatan belajar siswa. terlebih lagi dalam pembelajaran kimia sangat
diperlukan media agar materi kimia yang cenderung susah dipahami oleh siswa
dapat terbantu dengan adanya media yang mendukung. Oleh karena itu
diperlukan sebuah media yang mampu memberikan nuansa baru dalam pembelajaran,
memberikan beragam sumber belajar yang dapat diakses setiap saat oleh siswa,
sehingga mampu mengakomodasi gaya dan kecepatan belajar siswa.
Salah satu alternatif yang diajukan
adalah dengan mengembangkan media pembelajaran berbasis learning management
system (LMS) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi di bidang internet.
Learning Management System (LMS) atau yang juga dikenal sebagai Virtual Learning Environtment (VLE) adalah
suatu pengelolaan pembelajaran yang mempunyai fungsi untuk memberikan sebuah
materi, mendukung kolaborasi, menilai kinerja siswa, merekam data peserta
didik, dan menghasilkan laporan yang berguna untuk memaksimalkan efektivitas
dari sebuah pembelajaran (Yasar dan Adiguzel, 2010). LMS biasanya dikembangkan
dalam sistem berbasis web. Penggunaan teknologi web ini dalam suatu program
pendidikan memberikan dukungan kepada guru atau pengajar untuk mencapai tujuan
pedagogis siswa, mengatur isi kursus, dan mendukung sarana belajar siswa pada
akhirnya (Cigdemoglu et al, 2011).
Media pembelajaran berbasis learning
management system menjadi salah satu solusi yang bisa dipakai dalam proses
pembelajaran. Beberapa alasan menggunakan media pembelajaran ini adalah(a)
terjadi peningkatan efektivitas pembelajaran dan prestasiakademik siswa, (b)
menambah kenyamanan, (c) menarik lebih banyak perhatian siswa kepada materi
yang disampaikan dalam pembelajaran, (d) dapat diterapkan dengan berbagai
tingkat dan model pembelajaran, dan (e) dapat menambah waktu pembelajaran
dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.Media pembelajaran berbasis LMS sangat
berguna dalam menyediakan lingkungan/suasana belajar yang lengkap bagi siswa,
karena penuh dengan penyediaan dokumen yang terkait modul dalam format
elektronik, kesempatan untuk saling belajar bersama-sama,dan kesempatan untuk
menyerahkan semua penilaian sumatif secara elektronik. Alasan lain yang
mendukung perspektif tersebut adalah bahwa setiap siswa memiliki akses ke semua
konten pembelajaran, memiliki fleksibilitas waktu dan momen yang paling cocok
untuk kebutuhan siswa dalam belajar, dapat belajar dengan kemampuan kecepatan
belajar masing-masing, dan berpartisipasi dalam kesempatan belajar yang
interaktif (Alberst et al, 2007:55-56; Kose, 2010:2796).
Daftar
Pustaka
Alberts, P. P., Murray, L. A.,
Griffin, D. K., & Stephenseon, J. E. 2007. Blended Learning: Beyond Web Page Design for the Delivery of
Content. Dalam Joseph Fong & Fu Lee Wang (Eds.), Prosiding Workshop on
Blended Learning (hlm. 53-65), Edinburgh, 15-17 Agustus 2007.
Cigdemoglu, C., Arslan, H. O., & Akay, H. 2011. A Phenomenological Study of Instructors’ Experiences on an Open Source Learning Management System. Procedia Social and Behavioral Sciences, 28: 790-795
Jolliffe, Alan, Jonathan Riter & David Stevens. (2001). The Online Learning Hand Book Developing and Using Web-Based Learning. USA . Kogan Page.
Sihabudin. (2009). Model-model Pengembangan E-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Diambil pada tanggal 16 Maret 2012, dari http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301
TUGAS TATAP MUKA KE-2 DAN KE-3 DIKUMPUL PADA TATAP MUKA KE-4
1. Menurut cognitive theory of
multimedia learning bahwa ada tiga asumsi utama yang dijadikan acuan dalam
merancang suatu multimedia pembelajaran. Jelaskan ketiga asumsi tersebut dengan
memberikan contoh masing-masing media yang relevan untuk pembelajaran kimia?
JAWABAN
Teori muatan kognitif (cognitive load theory) menyediakan sebuah model
yang berguna untuk menguji suatu aspek penting dari pemrosesan ganda desain
pesan visual-auditori multimedia pembelajaran.
3
Asumsi teori muatan kognitif (cognitive load theory), yaitu:
Asumsi saluran-ganda (dual-channel
assumption)
Asumsi
saluran-ganda (dual-channel assumption) yang menyatakan bahwa manusia
menggunakan kanal pemrosesan informasi terpisah yakni untuk informasi yang disajikan
secara visual dan informasi yang disajikan secara auditif. Pemrosesan informasi
terjadi dalam tiga tahap. Pertama, informasi memasuki sistem pemrosesan
informasi baik melalui kanal visual maupun melalui kanal auditif. Kedua,
informasi-informasi ini kemudian diproses secara terpisah tetapi bersamaan di
dalam memori kerja (working memory), di mana isyarat tutur (speech)
yang bersifat auditif maupun gambar (termasuk di dalamnya video) dipilih dan
ditata. Kemudian, tahap ketiga, informasi dari kedua kanal tersebut disatukan dan dikaitkan dengan
informasi lain yang telah tersimpan di dalam memori jangka panjang. Tahap
ketiga inilah yang bertanggungjawab mengenai bagaimana informasi yang sama bisa
diinterpretasi secara berbeda oleh masing-masing pembelajar. Penyebabnya adalah
pengalaman belajar yang dimiliki oleh masing-masing pembelajar tidaklah sama.
Asumsi Kapasitas-terbatas
(limited-capacity)
Asumsi
Kapasitas-terbatas (limited-capacity)yang menyatakan adanya keterbatasan
kemampuan manusia memproses informasi dalam setiap kanal pada satu waktu. Dalam
satu sesi presentasi, audiens hanya bisa menyimpan beberapa informasi visual
(gambar, video, diagram, dsb) dan beberapa informasi tutur (auditif).
Asumsi inilah yang mendasari riset dan teori yang disebut teori beban kognitif
(cognitive load theory). Meskipun beban maksimal tiap individu
bervariasi, beberapa penelitian menunjukkan bahawa rata-rata manusia hanya
mampu menyimpan 5-7 ‘potongan’ informasi saja pada satu saat.
Asumsi Pemrosesan aktif (active-processing)
Manusia secara aktif melibatkan dirinya dalam
pemrosesan aktif untuk mengkonstruksi representasi mental yang saling terkait
terhadap pengalaman mereka. Proses kogitif aktif ini meliputi: memberikan
perhatian, menata informasi yang masuk dengan pengetahuan lainnya. Pendeknya,
manusia adalah prosesor aktif yang menalar dan memasukakalkan setiap informasi
yang ada. Manusia bukan prosesor pasif yang hanya menerima merekam sesuatu dan
menyimapnnya di memori dan dapat diputar olah kapan saja.
Memori kerja digunakan untuk
penyimpanan sementara dan memanipulasi pengetahuan dalam kesadaran pikiran
aktif. Sejalan dengan asumsi kapasitas terbatas, memori kerja memang terbatas
dalam proses jumlah pengetahuan dalam suatu waktu tertentu. Jadi, hanya sejumlah
citra yang bisa ditampung di saluran visual dalam memori kerja pada suatu
waktu. Hanya sejumlah kecil suara yang bisa ditampung di saluran auditori dalam
memori kerja pada suatu waktu.
Contoh
Media Relafan dalam Pembelajaran Kimia:
Media yang sering di pakai dalam pembelajaran kimia yag relafan yaitu
media dengan menggunakan laptop dengan cara Presentasi power point. Misalnya: materi reaksi
asam-basa, kita dapat memanfaatkan lab virtual dan merancang sedemikian rupa
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan maksimal. saat kita
menggnakan aplikasi lab virtual tersebut kita harus menjelaskannya agar siswa
dapat mendengarkan dan memperoleh informasi lebih maksimal, kita juga harus
melibatkan peserta didik secara langsung dengan meminta mereka mencoba
menggunakan aplikasi tersebut karena dengan mencoba sendiri itu akan dapat
memusatkan perhatian siswa dan mereka mendpatkan informasi dan pengalaman yang
selanjutnya akan terproses dan tersimpan diotak dan selanjutnya diharapkan
dapat tersimpan pada memori jangka panjang.Dan pada materi hidrokarbon, dapat di tampilkan gambar
atau struktur suatu senyawa hidrokarbon melalui media infokus yang telah dibuat
sebelumnya dalam bentuk soft file power point sambil memberikan penjelasan
secara verbal sehingga pembelajar dapat memproses informasi baik melalui kanal
visual maupun kanal verbal. Dan terjadi proses pengintegrasian yang terjadi
apabila pembelajar membangun jalinan antara model verbal dan model visual.
Ketika ingin menampilkan suatu gambar maka harus memperhatikan beberapa prinsip
contohnya prinsip keterdekatan waktu dengan menyajikan gambar dan teks yang
berhubungan secara bersamaan. Kemudian materi hidrokarbon disampaikan secara
sistematis, terurut dan jelas
contoh media
yang relevan dari ke-3 asumsi diatas untuk pembelajaran kimia adalah sseperti
saya ambil materi mengenai unsur golongan alkali, media yang dipakai disini
dapat berupa powerpoint untuk menampilkan gambar serta penjelasan dari
unsur-unsur golongan alkali,serta di dalam powerpoint tersebut dapat kita
tambahkan pula animasi serta vidio yang menampilkan perubahan warna unsur-unsur
golongan alkali. dengan media seperti ini kita mendapati bahwa media ini dapat
langsung menampilkan informasi secara visual serta informasi secara verbal
2. Jelaskan
bagaimana teori dual coding dapat diadaptasikan dalam menyiapkan suatu
multimedia pembelajaran kimia
JAWABAN
Teori dual coding, Cue summation dan cognitive load
theory (CLT) adalah teori-teori yang berakar pada psikologi kognitif yang
dijadikan landasan dalam merancang multimedia pembelajaran. Teori dual coding
yang dikemukakan oleh Paivio (1986) menyatakan bahwa kognisi manusia
menggunakan dua saluran pemrosesan informasi yaitu informasi verbal (logogens)
berupa kata (lisan atau tertulis) dan informasi nonverbal (piktorial/imagens).
Teori dual coding mengidentifikasi tiga cara pemrosesan informasi, yaitu:
Teori dual coding mengidentifikasi tiga cara pemrosesan informasi, yaitu:
(a)
pengaktifan langsung representasi verbal atau piktorial,
(b) pengaktifan representasi verbal oleh piktorial
atau sebaliknya
(c)
pengaktifan secara bersama-sama representasi verbal dan piktorial.
TEORI PEMPROSESAN INFORMASI BERBANTUAN MEDIA
Pengertian
Teori Pemrosesan Informasi
Shuell dalam
Schunk menyebutkan bahwa teori-teori pengolahan informasi memfokuskan perhatian
pada bagaimana orang memperhatikan peristiwa-peristiwa lingkungan, mengkodekan
informasi-informasi untuk dipelajari, dan menghubungkannya dengan pengetahuan
yang ada dalam memori, menyimpan pengetahuan yang baru dalam memori, dan
menariknya kembali ketika dibutuhkan. Information processing model memandang
memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan
informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian
menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Dari pengertian
tersebut dapat dikatakan bahwa teori pemrosesan informasi merupakan model dalam
teori kognitivisme yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia dalam
memperoleh, menyandikan, dan mengingat informasi.
Teori
pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin,
2000). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi
dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan
suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses
di dalam otak melalui beberapa indera.
Pemrosesan informasi itu sendiri
secara sederhana
dapat diartikan suatu proses yang terjadi pada peserta didik untuk mengolah
informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi
tersebut dengan inti pendekatannya lebih kepada proses memori dan cara
berpikir. Dalam teori pemrosesan informasi, terdapat beberapa model mengajar
yang akan mendorong pengembangan pengetahuan dalam diri siswa dalam hal
mengendalikan stimulus yaitu mengumpulkan dan mengorganisasikan data, menyadari
dan memecahkan masalah, mengembangkan konsep sehingga mampu menggunakan lambang
verbal dan non verbal dalam penyampaiannya. Bahkan orientasi utama pada
modelnya mengarah kepada kemampuan siswa dalam mengolah, menguasai
informasi sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan yang akan didapatkannya.
Model belajar
pemrosesan informasi ini sering pula
disebut model kognitif information processing, karena dalam
proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural
sistem informasi, yaitu:
1.
Sensory
atau intake register: informasi masuk
ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu
terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi
masuk ke working memory yang digabungkan dengan
informasi di long-term memory.
2.
Working memory: pengerjaan
atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan
di sini berlangsung berpikir yang sadar.
Kelemahan working memory sangat terbatas
kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil
informasi secara serempak
3.
Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas
kapasitas isinya sehingga mampu menampung seluruh informasi yang
sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya adalah betapa
sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.
Sebagai
contoh, suatu paparan tentang bagaimana sistem sesuatu alat bekerja dapat
dipresentasikan melalui teks tertulis dalam buku atau melalui teks di layar
komputer (dua media yang berbeda), dalam bentuk rangkaian kata-kata atau
kombinasi kata-kata dan gambar (dua desain pesan yang berbeda), atau dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan (dua sensorik yang berbeda). Sebenarnya
istilah desain pesan mengacu pada proses manipulasi, atau rencana manipulasi
dari sebuah pola tanda yang memungkinkan untuk mengkondisi
pemerolehan informasi. Penelitian telah menemukan bukti bahwa desain
pesan yang berbeda pada multimedia instruksional mempengaruhi kualitas
performansi.
Menurut
model tingkat pemrosesan, berbagai stimulus informasi diproses dalam berbagai
tingkat kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya. Semakin
dalam suatu
informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama diingat. Sebagai
contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau banyak berasosiasi
dengan pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian
juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses daripada stimuli
atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih
mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang menjadi
perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam daripada
stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya.Ada bebrapa
pembagian teori menurut beberapa ahli dalam teori pemprosesan informasi antara
lain sebagai berikut:
1.Teori Pemprosesan
Informasi Atkinson
Dalam model pemrosesan informasi yang dikembangkan
oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia dikonsepkan sebagai suatu labor
yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input), proses dan keluaran
(output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi labor. Stimulasi
dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk penglihatan,
suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak
mengolah dan mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini
meliputi pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi
yang telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila
diperlukan. Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia,
seperti berbicara, menulis, interaksi labor, dan sebagainya (Vasta, dkk., 1992 ).
2. Teori
Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa
dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Agar kondisi
eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan persitiwa
pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur
kondisi eksternal dierlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca
indra, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar.
Multimedia telah banyak digunakan dalam pembelajaran.
Menurut Istiyanto (2011), multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur
atau lebih yang terdiri dari teks,grafik, gambar, foto, audio, dan animasi
secara terin- tegrasi. Menurut Mayer (2009:3), multimedia didefini- sikan
sebagai presentasi materi dengan menggunakan kata-kata (verbal form) sekaligus
gambar-gambar.
Pembelajaran
berbantuan multimedia dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang
digunakan dalam proses pembelajaran, untuk menyalurkan pesan (pengetahuan,
keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan belajar sehingga terjadi proses belajar yang sesuai tujuan dan
terkendali (Istiyanto, 2011:12)
Berdasarkan
kondisi internal dan eksternal tersebut, Gagne menjelaskan bagaimana proses
belajar itu terjadi. Peristiwa belajar adalah persitiwa dengan urutan sebagai
berikut: menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap
menerima pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran agar pseerta didik tahu
apa yang diharapkan dala pembelajaran itu, mengingat kembali konsep/prinsip
yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat, menyampaikan materi
pembelajaran, memebrikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, membangkitkan
timbulnya unjuk kerja peserta didik, memberikan umpan balik tentang kebenaran
pelaksanaan tugas, mengukur/evaluasi belajar, dan memperkuat referensi dan
transfer belajar.
PRINSIP DASAR MULTIMEDIA PEMBELAJARAN
Hofstetter sebagaimana dikutip oleh
Suyanto menyatakan bahwa terdapat empat komponen penting dalam multimedia.
Empat komponen tersebut adalah: (a) komputer, yang berfungsi untuk mengkoordinasikan
apa yang dilihat dan didengar, serta berinteraksi dengan user; (b) link, yang
menghubungkan user dengan informasi yang ada dalam program multimedia; (c) alat
navigasi, yang berguna untuk memandu user dalam menjelajah informsi; (d) ruang
untuk mengumpulkan, memproses, dan mengkomunikasikan gagasan user (2003: 52).
Empat komponen multimedia yang
disebutkan oleh Hofstetter di atas merupakan bentuk dari adanya interaktivitas
dalam multimedia. Interaktivitas merupakan pusat perhatian utama dalam desain
seting media pembelajaran seperti computer assisted instruction (CAI), computer
assisted learning (CAL), dan online learning environments (Hsinyi
Peng: 2008).
Perangkat multimedia yang berbasis
komputer dibedakan menjadi perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras
multimedia terdiri dari empat unsur utama yaitu: input unit, central
processing unit, memory, dan output unit. Unit input adalah
bagian penerima dan memasukkan data maupun instruksi. Central Processing
Unit (CPU) berperan melaksanakan dan mengatur instruksi, termasuk
menghitung dan membandingkan. Memory atau storage merupakan
bagian yang berfungsi untuk menyimpan informasi. Sedangkan unit output
berfungsi sebagai penyaji informasi.
Jenis-Jenis Multimedia
Berbasis Komputer
Rob Philips mengemukakan bahwa
multimedia yang berbasis komputer terdiri dari multimedia interkatif dan
multimedia yang tidak interaktif (1993: 8). Interaktif maksudnya pengguna dapat
mengontrol pengoperasian program sesuai dengan yang dikehendaki, sedangkan yang
tidak interaktif adalah sebaliknya.
Multimedia interaktif dapat
dibedakan menjadi multimedia interaktif of line dan on line.
Multimedia interaktif of line adalah program multimedia yang tidak
terkoneksi dengan internet, hanya beroperasi pada komputer stand alone.
Sedangkan multimedia interaktif on line adalah program multimedia yang
terkoneksi dengan jaringan internet atau sering disebut dengan istilah hypermedia.
Sims mendeskripsikan bahwa
dalam lingkungan belajar online yang interaktif, kontrol terhadap peserta
didik melalui komunikasi aktif berupa pemberian umpan balik merupakan komponen
interaktivitas yang esensial. Dalam konsep pendidikan jarak jauh, interaksi
merupakan aspek yang penting jika kualitas pendidikan jarak jauh ingin
diwujudkan (Wilson: 2004).
Berdasarkan tingkat
interaktivitasnya, multimedia dibedakan menjadi multimedia interaktif tingkat
operator dan multimedia interaktif tingkat kreator. Interaksi yang terjadi pada
tingkat operator, pengguna hanya bisa memilih atau menentukan menu-menu atau
perintah yang tersedia. Sedangkan pada multimedia interaktif tingkat kreator,
pengguna dapat memanfaatkan program untuk berkreasi sesuai dengan materi
yang ada di dalamnya (Wang Qiyun & Cheung Wing Sum, 2003: 218).
Berdasarkan bentuk program
pembelajaran yang dikembangkan, multimedia interaktif dibedakan menjadi: (a) drill
and practice; (b) tutorial; (c) simulation; (d) game;
dan (e) problem solving (Heinich: 1996: 9-12). Muirhead (2001),
mendefinisikan interaktif sebagai komunikasi, partisipasi, dan umpan
balik yang membantu siswa dan guru untuk berinteraksi secara aktif. Multimedia
pembelajaran hendaknya memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi, agar proses
pembelajaran mandiri berlangsung dinamis.
Berkaitan dengan jenis multimedia,
program multimedia yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah multimedia
interkatif yang bersifat on line, dan dari segi bentuknya berupa
multimedia yang berisi tutorial dan problem solving.
Prinsip Pengembangan
Multimedia Pembelajaran
Beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam pengembangan media pembelajaran meliputi: prinsip kesiapan
dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, pengulangan, partisipasi aktif
peserta didik, dan umpan balik (Abdul Gafur, 2007: 20-22)
Penggunaan alat pemusat perhatian
dalam media pembelajaran dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik
untuk fokus terhadap materi pelajaran. Hal ini membantu konsentrasi peserta
didik dalam memahami isi pelajaran sehingga penguasaan mereka menjadi lebih
baik.
Informasi atau keterampilan baru
jarang sekali dapat dikuasai secara maksimal hanya dengan satu kali proses
belajar. Agar penguasaan terhadap informasi atau keterampilan baru tersebut
dapat lebih optimal, maka perlu dilakukan bebrapa kali pengulangan. Prinsip
pengulangan ini harus diperhatikan dalam mengembangkan media pembelajaran.
Proses belajar mengajar akan lebih
berhasil manakala terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik.
Partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman
dan penguasaan materi pelajaran. Oleh karena itu media pembelajaran yang
digunakan hendaknya mampu menimbulkan keterlibatan peserta didik secara aktif
(interaktif).
Prinsip-prinsip
tersebut di atas dapat diakomodasi dalam sebuah media pembelajaran berupa
multimedia pembelajaran interaktif dan web pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Dasar
Multimedia untuk Pembelajaran
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Richard E. Mayer (2001) menunjukan bahwa anak
didik kita memiliki potensi belajar yang berbeda-beda. Kini dunia pendidikan
makin maju, dapatkah modalitas belajar siswa yang berbeda-beda ini dibawa dalam
sebuah teknologi Multimedia? Menurut Mayer ada 12 prinsip desain multimedia
pembelajaran yang dapat diterapkan di Pembelajaran.
11 Prinsip Merancang Multimedia Pembelajaran, yaitu :
- Prinsip multimedia : siswa bisa belajar lebih baik dengan kata-kata dan gambar-gambar dibandingkan dengan hanya kata-kata atau gambar saja.
Dengan menambahkan ilustrasi pada teks atau
menambahkan animasi pada narasi maka akan membantu siswa lebih mendalami materi
atau penjelasan yang disajikan. Menyajikan penjelasan dengan kata-kata dan
gambar-gambar bisa menghasilkan pembelajaran lebih baik daripada menyajikan
dengan kata-kata saja. Saat kata-kata dan gambar disajikan secara bersamaan
siswa mempunyai kesempatan untuk mengkonstruksi model-model mental verbal dan
pictorial dan membangun hubungan diantara keduanya.
- Prinsip keterdekatan ruang : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata dan gambar-gambar yang saling terkait disajikan saling berdekatan daripada saling berjauhan di halaman atau di layar.
Saat kata-kata dan gambar-gambar terkait saling berdekatan
di halaman (dalam buku) atau layar (dalam komputer) maka siswa tidak harus
menggunakan sumber-sumber kognitif secara visual mencari di halaman atau layar
itu. Siswa akan lebih bisa menangkap dan menyimpan materi bersamaan di dalam
memori kerja pada waktu yang sama.
- Prinsip keterdekatan waktu : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata dan gambar-gambar yang terkait disajikan secara simultan (bersamaan) daripada bergantian.
Saat bagian narasi dan animasi yang terkait disajikan
dalam waktu bersamaan, akan lebih memungkinkan siswa untk bisa membentuk
representasi mental atas keduanya dalam memori kerja dalam waktu bersamaan. Hal
ini membuat siswa lebih bisa membangun hubungan mental antara representasi
verbal dan representasi visual. Jika waktu antara mendengar kalimat dan melihat
animasi relative pendek, maka siswa masih bisa membangun koneksi antara
kata-kata dan gambar. Jika mendengar keseluruhan narasi yang panjang dan
melihat keseluruhan animasi dalam waktu yang terpisah maka siswa kesulitan membangun
koneksi tersebut.
- Prinsip koherensi : siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata, gambar-gambar atau suara-suara ekstra dibuang.
Prinsip koherensi bisa dipecah menjadi tiga versi yang
saling melengkapi : (1) pembelajaran siswa terganggu jika kata-kata dan
gambar-gambar menarik namun tidak relevan ditambahkan ke presentasi multimedia.
(2) pembelajaran siswa terganggu jika terdapat suara dan music yang menarik
namun tidak relevan, (3) pembelajaran siswa akan meningkat jika kata-kata yang
tidak diperlukan disingkirkan. Gambar-gambar dan kata-kata yang menarik tapi
tidak relevan bisa mengalihkan perhatian siswa dari isi materi yang penting,
dan bisa mengganggu proses penataan materi. Dalam penyajian materi melalui
multimedia siswa cenderung bisa belajar lebih banyak dan mendalam jika materi
disajikan secara lebih ringkas. Oleh karena memori kerja otak pada manusia itu
terbatas maka harus difokuskan pada materi yang penting.
- Prinsip modalitas : siswa bisa belajar lebih baik pada animasi dan narasi daripada animasi dan teks pada layar.
Jika gambar dan kata-kata bersama-sama disajikan
secara visual (yakni sebagai animasi dan teks) maka saluran visual/pictorial
yang bekerja ekstra sedangkan saluran lain (verbal) tidak berfungsi. Jika
kata-kata disajikan secara auditory maka kedua saluran akan berfungsi.
- Prinsip redundansi : siswa bisa belajar lebih baik dari animasi dan narasi daripada dari animasi, narasi, dan teks pada layar.
Jika kata-kata dan gambar-gambar disajikan secara
visual maka saluran visual akan kelebihan beban. Jika animasi berisi narasi
yang padat, maka sebaiknya tidak menambahkan teks yang hanya mengulang
kata-kata dari narasi. Keterbatasan kapasitas memori
kerja menghalangi individu untuk memproses banyak elemen informasi secara
langsung. Informasi akan terserap secara lebih baik bila format desain pesannya
tidak membebani perhatian mereka karena sumber-sumber ganda yang saling memasok
informasi (Pranata. 2010).
- Prinsip perbedaan individual : pengaruh desain lebih kuat terhadap siswa berpengetahuan rendah daripada berpengetahuan tinggi, dan terhadap siswa berkemampuan spasial tinggi daripada berspasial rendah.
Siswa yang berpengetahuan lebih tinggi bisa
menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk mengkompensasi atas
kurangnya petunjuk dalam presentasi. Siswa yang berpengetahuan rendah kurang
bisa melakukan pemrosesan kognitif yang berguna saat presentasinya kurang
petunjuk. Siswa yang memiliki kemampuan spasial yang tinggi memiliki kapasitas
kognitif untuk secara mental memadukan reprentasi verbal dan visual dari
presentasi multimedia yang ada. Siswa yang berspasial rendah harus mengerahkan
kapasitas kognitif yang begitu banyak untuk memahami apa yang disajikan.
8. Prinsip Interaktivitas
Orang belajar lebih baik ketika ia dapat mengendalikan sendiri apa yang sedang
dipelajarinya (manipulatif: simulasi, game,
branching).Sebenarnya,
orang belajar itu tidak selalu linier alias urut satu persatu. Dalam
kenyataannya lebih banyak loncat dari satu hal ke hal lain. Oleh karena itu,
multimedia pembelajaran harus memungkinkan user/pengguna dapat mengendalikan
penggunaan daripada media itu sendiri. dengan kata lain, lebih manipulatif
(dalam arti dapat dikendalikan sendiri oleh user) akan lebih baik. Simulasi,
branching, game, navigasi yang konsisten dan jelas, bahasa yang komunikatif, dan
lain-lain akan memungkinkan tingkat interaktivitas makin tinggi.
9.Prinsip Sinyal (cue, highlight,)
Orang belajar lebih baik ketika kata-kata, diikuti dengan cue, highlight,
penekanan yang relevan terhadap apa yang disajikan. Kita bisa memanfaatkan
warna, animasi dan lain-lain untuk menunjukkan penekanan, highlight atau pusat
perhatian (focus of interest). Karena itu kombinasi penggunaan media yang
relevan sangat penting sebagai isyarat atau kata keterangan yag memperkenalkan
sesuatu.
10.Prinsip
Praktek
Interaksi adalah hal terbaik untuk
belajar,kerja praktek dalam memecahkan masalah dapat meningkatkan cara belajar
dan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari.
11.Pengandaian
Menjelaskan materi dengan audio meningkatkan belajar. Siswa belajar lebih
baik dari animasi dan narasi, daripada dari animasi dan teks pada layar.
Kesimpulannya penggunaan
multimedia (kombinasi antara teks, gambar, grafik, audio/narasi,
animasi, simulasi, video) secara efektif untuk mengakomodir perbedaan modalitas
belajar
Terdapat lima tahap dalam merancang
multimedia pembelajaran yaitu memilih kata – kata yang relevan dengan teks atau
narasi yang tersaji, memilih gambar – gambar yang relevan dengan illustrasi
yang tersaji, mengatur kata – kata yang terpilih tersebut ke dalam representasi
verbal yang koheren, mengatur gambar – gambar yang terpilih tersebut ke dalam
representasi visual yang koheren, dan memadukan representasi verbal dan
representasi visual tersebut dengan pengetahuan – pengetahuan sebelumnya.
Prinsip-prinsip Penggunaan Media Pembelajaran
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam
penggunaan media pada setiap kegiatan belajar mengajar adalah bahwa media
digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa belajar dalam upaya memahami
materi pelajaran. Dengan demikian, penggunaan media harus dipandang dari sudut
kebutuhan siswa. Hal ini perlu ditekankan sebab sering media dipersiapkan hanya
dilihat dari sudut kepentingan guru. Contohnya, oleh karena guru kurang
menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, maka guru persiapkan media OHT,
dan oleh sebab OHT digunakan untuk kepentingan guru, maka transparansi tidak
didesain dengan menggunakan prinsip-prinsip media pembelajaran, melainkan
seluruh pesan yang ingin disampaikan dituliskan pada transparan hingga
menyerupai Koran (Arisandi, 2011).
Ketika suatu media akan dipilih dan
dipergunakan, saat itulah beberapa prinsip perlu pendidik perhatikan dan
dipertimbangkan dengan baik dan tepat. Keberhasilan penggunaan media
pembelajaran tergantung dari beberapa faktor, seperti proses kognitif dan
motivasi belajar siswa. Oleh karena itu para ahli mengajukan prinsip-prinsip
kelayakan media pembelajaran sehingga menghasilkan media pembelajaran yang
efektif. Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media
pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1.
Tujuan Pemilihan
Memilih media yang akan digunakan harus
berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu
untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, maupun
untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong? Lebih spesifik lagi, apakah untuk
pengajaran kelompok atau individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak
TK, SD, SMP, SMU, tuna rungu, tuna netra, masyarakat pedesaan, ataukah
masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai
media.
2.
Karakteristik Media Pengajaran
Setiap media mempunyai karakteristik
tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara
penggunaanya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan
kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan
pemilihan media pengajaran. Di samping itu, memberikan kemungkinan pada guru
untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan
apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan
kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif.
3.
Alternatif Pilihan
Memilih pada hakikatnya adalah proses
membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan
pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang
dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu,
maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
Dalam menggunakan media hendaknya guru
memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat
mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Dr. Nana Sudjana (1991:
104) adalah:
1.
Menentukan jenis media dengan tepat; artinya, sebaiknya guru memilih
terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran
yang akan diajarkan.
2.
Menetapkan dan memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu
diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat
kematangan/kemampuan anak didik.
3.
Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan
media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu
dan sarana yang ada.
4.
Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi
yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media
digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar
terus-menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan media pengajaran.
Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan
oleh guru pada waktu ia menggunakan media pengajaran. Sedangkan Ibrahim (1991:
24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media
pembelajaran, antara lain:
1.
Sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada
satupun media yang paling baik untuk mencapai semua tujuan. masing-masing media
mempunyai kelebihan dan kelemahan. penggunaan berbagai macam media pembelaiaran
yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan
pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Pemilihan
media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan dengan
dasar pertimbangan efektivitas belajar siswa, bukan karena kesenangan guru atau
sekedar sebagai selingan.
3. Pemilihan
media hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai,
b.
Ketersediaan bahan media,
c.
Biaya pengadaan, dan
d.
Kualitas atau mutu teknik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran adalah (1) media yang dipilih
harus sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan
serta karakteristik siswa yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa
siswa, dan jumlah siswa yang belajar); (2) untuk dapat memilih media dengan
tepat, guru harus mengenal ciri-ciri dari setiap media pembelajaran; (3)
pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada siswa yang belajar,
artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa; (4)
pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan
media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat siswa belajar; (5) menempatkan
atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat
Langganan:
Postingan (Atom)